Jessie Janny Thenarianto
Associate Advisor
Wawasan perilaku (behavioural insights) memiliki peran yang penting dalam mengatasi kekerasan berbasis gender (KBG). BIT telah mengerjakan berbagai proyek yang bertujuan untuk mengatasi KBG di berbagai negara. Kami telah merancang kampanye untuk mendorong para penyintas KBG untuk mencari bantuan di Honduras dan El Salvador, mendesain pesan untuk mendorong para bystander untuk mengakses materi pencegahan kekerasan di Georgia dan Afrika Selatan, dan melibatkan pria sebagai partner dalam mencegah KBG di Bolivia dan Guatemala.
Kita tidak bisa berasumsi bahwa solusi yang telah berhasil sebelumnya dapat diterapkan di lingkungan baru, meskipun kita memiliki banyak pengalaman dalam merancang intervensi. Ilmu perilaku (behavioural science) menunjukkan bahwa faktor lingkungan, sekecil apapun, dapat memiliki dampak yang signifikan. Oleh karena latar belakang serta lingkungan perilaku KBG berbeda di setiap negara, kami perlu melengkapi ide solusi yang didasari oleh pengalaman kami merancang intervensi sebelumnya dan literatur akademis dengan penelitian mendalam di lapangan. Dengan dukungan dari United Nations Development Programme (UNDP), pendekatan inilah yang kami terapkan untuk mengatasi permasalahan KBG di Indonesia.
Satu dari tiga perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya. Untuk memperjuangkan keadilan gender di Indonesia, kami bekerja sama dengan para peneliti independen yang terafiliasi dengan UNDP Indonesia yang melakukan penelitian immersion terhadap para penyintas KBG. Immersion adalah pendekatan penelitian yang melibatkan percakapan, pengamatan, dan pengalaman langsung dengan individu terkait di lingkungan alaminya, sehingga menghasilkan data yang mendalam. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perspektif dan pengalaman para penyintas KBG dalam mencari bantuan dengan tetap memprioritaskan kesejahteraan dan keamanan mereka.
Temuan dari penelitian immersion ini membantu kami merancang solusi berbasis wawasan perilaku (behaviourally-informed solution):
Pertama, temuan penelitian ini membantu kami memilih bentuk intervensi yang tepat. Kami menemukan bahwa para penyintas cenderung belum sepenuhnya memanfaatkan layanan formal yang ada karena mereka tidak mengetahui keberadaan layanan tersebut — sebagian besar penyintas KBG mencari dukungan informal dari teman dan keluarga (“inner circle” atau lingkaran sosial terdekat) sebagai tempat pertolongan pertama. Namun, jika dukungan yang mereka dapatkan dari lingkaran sosial terdekat dirasa tidak cukup, para penyintas dapat kembali ke “lingkaran kebisuan” (circle of silence) di mana mereka bertahan dalam diam saat mengalami KBG (lihat gambar di bawah). Padahal, nyatanya terdapat berbagai layanan formal yang tersedia secara gratis di wilayah Jabodetabek. Oleh karena itu, kami merancang kampanye media sosial sederhana yang menyasar lingkaran sosial terdekat penyintas KBG, dengan tujuan untuk mendorong pemanfaatan layanan formal gratis di wilayah Jabodetabek.
Lingkaran kebisuan: Banyak perempuan yang akhirnya tetap diam dan bertahan setelah mengalami insiden kekerasan, meskipun sebelumnya mereka telah meminta bantuan dari keluarga atau teman yang dipercaya.
Kedua, temuan penelitian ini juga membantu kami untuk merancang isi pesan intervensi yang tepat. Pesan yang digunakan dalam iklan kampanye media sosial kami bertujuan untuk mengatasi faktor-faktor yang menghambat para penyintas KBG untuk memperoleh dukungan yang mereka butuhkan, di antaranya rendahnya kesadaran tentang apa yang dikategorikan sebagai KBG dan layanan formal yang tersedia, perasaan tidak mampu untuk mengatasi tantangan terkait KBG, kecenderungan untuk menghindari ketidakpastian (uncertainty avoidance), dan pengaruh sosial yang negatif.
Sebagai contoh, hasil penelitian kami menemukan bahwa penyintas KBG cenderung mencontoh sosok teladan perempuan yang mereka miliki — jika penyintas memiliki ibu yang hanya berdiam diri saat mengalami KBG, mereka juga akan cenderung memilih untuk berdiam diri (pengaruh sosial yang negatif). Sebaliknya, penyintas yang berhasil keluar dari situasi mereka cenderung memiliki saudara perempuan atau ibu yang tidak hanya tinggal diam. Berdasarkan temuan ini, salah satu iklan dalam kampanye kami (iklan “Sosok teladan”) menggunakan kutipan dari seorang penyintas yang menceritakan tentang saudaranya yang membawanya ke rumah sakit, yang ia maknai sebagai suatu tindakan yang memberinya harapan akan masa depan yang lebih baik. Iklan ini bertujuan untuk membantu para penyintas KBG dan lingkaran sosial terdekat mereka untuk memahami bahwa para penyintas dapat keluar dari lingkaran kebisuan.
Berikut adalah tiga iklan yang kami desain untuk mengatasi faktor-faktor yang menghambat penyintas KBG untuk mencari pertolongan. Ketiganya didesain berdasarkan wawasan perilaku yang telah berhasil mendorong penyintas KBG untuk mencari bantuan dalam penelitian sebelumnya.
Kami menguji efektivitas ketiga iklan kampanye ini dengan melakukan suatu eksperimen uji acak terkendali (randomised control trial) yang melibatkan 1 juta orang perempuan pengguna Instagram di area Jabodetabek yang dibagi ke dalam empat kelompok. Kami membandingkan tiga iklan ini dengan suatu iklan kontrol yang hanya menginformasikan prevalensi KBG dan opsi layanan formal yang tersedia.
Iklan kontrol yang kami gunakan
Hasil eksperimen kami menemukan bahwa iklan “Sosok teladan” adalah satu-satunya iklan yang berhasil mendorong lebih banyak orang untuk menekan tombol “Kirim pesan” (“Send message”) yang menyertai iklan (signifikan secara statistik). Jika tombol ini ditekan, seseorang dapat memperoleh informasi mengenai layanan bantuan formal. Sebanyak 228 pengguna yang melihat iklan “Sosok teladan” menunjukkan ketertarikan mereka untuk memperoleh informasi ini. Jika dibandingkan iklan kontrol, iklan “Sosok teladan” berhasil mendorong 76 pengguna lebih banyak untuk menekan tombol “Kirim pesan”.
*** significant at p<0.001 * significant at p<0.05
** significant at p<0.01 + significant at p<0.1
Temuan ini menunjukkan pentingnya pendekatan berbasis bukti (evidence-based approach) dalam mengatasi isu-isu yang terkait KBG, seperti perilaku mencari bantuan. Seperti yang diungkapkan dalam Manifesto for Applying Behavioural Science yang kami terbitkan beberapa bulan lalu, kita tidak bisa sekedar mengambil solusi dari “daftar solusi” generik yang kita miliki dan berharap bahwa solusi tersebut akan pasti berhasil dalam konteks yang baru. Kunci untuk merancang solusi yang tepat adalah dengan melakukan riset empiris yang mendalam, seperti melakukan wawancara dan observasi terhadap orang-orang yang perilakunya ingin kita ubah.
Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih lanjut proyek yang kami lakukan di Indonesia, silakan membaca laporan kami di akhir halaman ini. BIT berkomitmen untuk menggunakan bukti empiris dan ilmu perilaku untuk mengatasi tantangan sosial seperti KBG. Apabila Anda tertarik untuk bekerja sama dengan kami, silakan hubungi kami melalui tautan ini.
Unduh laporan proyek ini (English)
Proyek ini tidak mungkin dapat terlaksana tanpa pendanaan dari UNDP Bangkok Regional Hub. Kami mengucapkan terima kasih kepada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan untuk kerja samanya dalam kampanye Instagram ini dan UNDP Indonesia untuk kerja sama mereka selama keseluruhan proyek berlangsung. Kami juga berterima kasih kepada Yulia Sugandi dan Nihandini Santi atas kontribusi berharga mereka sebagai sesama rekan penulis laporan kami.
Design and development by Soapbox.