Skip to content
Menu
  • Blog
  • 18th Oct 2022

Apakah wawasan perilaku berlaku untuk harimau?

Kendaraan bermotor ada di mana-mana dalam kehidupan kita sehari-hari, dan kita hidup dengan risiko kecelakaan di setiap sudut. Mengetahui itu, mengapa meskipun lebih dari setengah dari orang yang meninggal dalam kecelakaan mobil tidak menggunakan sabuk pengaman pada waktu kejadian, sekitar 1 dari 10 orang di Amerika Serikat masih tidak mau memakai sabuk pengaman mereka?

Ini mungkin karena ketidakkonsekuenan manusia dalam persepsi risiko dan kecenderungan untuk menyangkal risiko. Kita melebih-lebihkan kemampuan kami untuk mengelola risiko dan mudah mencari-cari alasan untuk mengambil risiko untuk diri sendiri. Kita bisa melihat kelakuan ini tidak hanya untuk hal-hal seperti mengenakan sabuk pengaman, tetapi bahkan pada orang-orang yang sangat mungkin diserang oleh harimau!

Dalam sebuah proyek dengan mitra lokal kami di Indonesia, kami berusaha untuk mendorong petani di ekosistem Leuser, Sumatera Utara untuk membangun kandang anti-harimau (tiger-proof enclosure atau TPE) dalam upaya untuk mengelola konflik antara manusia dan satwa liar dan mencegah pembunuhan balas dendam yang terjadi ketika harimau menyerang hewan ternak petani.

Bila kalian tinggal dekat harimau, pasti kalian akan mencoba lebih untuk melindungi rumah kalian, bukan? Ternyata belum tentu, karena seperti yang telah ditunjukkan oleh para petani di ekosistem Leuser selama penelitian lapangan kami, kemungkinan diserang harimau pun tidak cukup menjadi dorongan bagi mereka untuk membangun TPE yang bisa lebih melindungi hewan ternak mereka.

Hambatan dalam membangun TPE

Selain persepsi risiko, hambatan utama yang kami temukan bukanlah dari segi perilaku, namun dari segi ekonomi; kawat berduri yang dibutuhkan untuk membangun TPE terlalu mahal. Dibutuhkan pendapatan hampir sebulan penuh bagi petani untuk membeli kawat berduri yang diperlukan untuk membangun TPE. 

Pelatihan Anti Macan

Untuk mengatasi hambatan struktural dan ekonomi ini, jelasnya kami harus menyediakan kawat berduri kepada petani sebagai bagian dari intervensi jika kami ingin mereka membangun TPE. Kami juga perlu mencoba mengatasi hambatan lain. Bersama dengan mitra kami, kami merancang pelatihan kelompok bagi petani yang disampaikan oleh petugas pelestarian hutan dan pemerintah setempat.

Perbedaan utama dari pelatihan yang pernah dilakukan sebelumnya adalah bahwa kami membungkus pembangunan TPE bukan sebagai kegiatan pelestarian, tetapi sebagai bagian dari ‘teknik peternakan tingkat lanjut’. Kami berharap untuk memanfaatkan ambisi petani untuk mendapat penghasilan lebih, dan rasa ingin tahu tentang teknologi baru, dibandingkan mengandalkan dedikasi mereka kepada pelestarian lingkungan.

Kami juga ingin menggunakan pelatihan ini sebagai kesempatan untuk menjalankan eksperimen kecil terkait perdebatan yang sering terjadi di sektor pengembangan: apakah memberi barang gratis mengakibatkan hilangnya motivasi? Ini telah dibahas dalam berbagai hal mulai dari keringanan biaya kuliah hingga kelambu nyamuk.

Kami mengacak pelatihan kami menjadi dua kelompok: peserta pelatihan kontrol harus memulai pembangunan TPE dahulu kemudian meminta kawat berduri gratis, sedangkan peserta pelatihan perlakuan diberi kawat berduri gratis dari awal.

Secara teori, kedua kelompok mendapatkan kawat berduri secara gratis; satu-satunya perbedaan adalah kapan mereka mendapatkannya. Namun, hal yang terkait oleh waktu, seperti risiko, bisa membuat kita mengambil keputusan yang tidak rasional.

Tidak heran, mitra kami ragu untuk memberikan kawat berduri gratis kepada petani yang tidak bermotivasi membangun TPE. Namun kami lebih mempermasalahkan biaya gesekan bagi petani yang harus meminta kawat berduri nantinya.

Untuk memastikan TPE dibangun, beberapa minggu setelah petani di kelompok perlakuan mendapatkan kawat berduri mereka, kami memberitahu mereka bahwa penjaga hutan akan datang untuk memeriksa TPE mereka dan mengambil kawat berduri yang tidak digunakan. Intervensi penghindaran kerugian semacam ini telah terbukti berhasil untuk tantangan sesulit meningkatkan nilai ujian siswa, jadi kami yakin itu akan berhasil di sini.

Gratis saja tidak cukup

Ketika tiba saatnya untuk memeriksa semua desa dan berbicara dengan petani, kami menemukan bahwa tidak ada satupun petani di kelompok kontrol yang telah membangun TPE, dan hanya petani kelompok perlakuan yang mendapatkan kawat berduri di awal yang telah membangun TPE.

Meskipun telah mendapatkan pengetahuan tentang teknik peternakan tingkat lanjut melalui pelatihan, dan memiliki akses untuk mendapatkan kawat berduri gratis, para petani di kelompok kontrol menunjukkan keengganan untuk berusaha: bahkan tindakan sesederhana meminta kawat berduri gratis merupakan upaya yang menghalangi petani untuk membangun TPE.

Di sisi lain, mengurangi upaya yang diperlukan untuk melakukan sebuah perilaku dengan menyediakan kawat berduri dari awal, digabungkan dengan penerapan teori loss aversion (keengganan kerugian) dengan menggunakan tenggat waktu, mendorong petani di desa intervensi untuk membangun TPE. 

Bagaimana cara BIT menerapkan ilmu wawasan perilaku untuk tantangan konservasi?

BIT ingin lebih sering menggunakan ilmu wawasan perilaku untuk memecahkan tantangan pelestarian, dan saat ini sudah mulai menggunakannya untuk berbagai isu dari perdagangan satwa liar ilegal di China hingga pendauran ulang di Bhutan. Kami telah mendokumentasikan pendekatan kami secara lebih rinci dalam laporan kami dengan RARE, tetapi bagian kuncinya adalah mengakui bahwa hambatan utama dalam pelestarian belum tentu adalah “motivasi untuk melindungi lingkungan”.

Dalam pekerjaan kami di Leuser, kami sama sekali tidak menekankan argumen terkait pelestarian lingkungan kepada petani. Bahkan, kami sengaja bermitra dengan kantor pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas peternakan untuk mencoba dan menjauhkan intervensi kami dari sektor konservasi.

Ini karena ilmu perilaku secara konsisten menunjukkan bahwa asumsi kita bahwa sikap atau preferensi pribadi mengakibatkan pengambilan suatu pilihan atau tindakan tidak selalu benar; faktor-faktor kecil dari lingkungan juga sangat penting dan bisa memiliki dampak yang besar.

Berfokus secara eksklusif pada peningkatan motivasi dapat membutakan kita terhadap hambatan lain, seperti kerumitan yang tampaknya sepele seperti keengganan meminta kawat berduri gratis kepada penjaga hutan, atau ‘gajah di dalam ruangan’ yaitu petani tidak punya dana untuk membeli kawat berduri sendiri. Menyadari hal ini membantu kami mengembangkan intervensi dengan mitra lokal kami yang mengakibatkan dibangunnya lebih banyak TPE.

Kebetulan, mengurangi konflik manusia-hewan terkait gajah adalah tantangan yang berbeda sekali menurut cerita yang kami dengar dari para petani, karena gajah akan mempelajari pertahanan Anda dengan cukup cepat jika pertahanan tersebut berdiri di antara mereka dan makan siang yang enak. Tantangan ini dan tantangan serupa adalah jenis masalah dimana BIT berharap akan bisa menerapkan ilmu wawasan perilaku lebih banyak di masa depan.

Authors